PEREMPUAN DAN LINGKUNGAN

 Dalam beberapa dekade terakhir, dunia menghadapi krisis lingkungan yang semakin serius. Masalah ini tidak hanya merusak alam dan mengurangi keanekaragaman hayati, tetapi juga memengaruhi kehidupan manusia secara langsung. Alam, yang menyediakan kebutuhan penting seperti udara bersih, air, makanan, dan iklim yang seimbang, kini terancam karena ulah manusia. Kegiatan seperti penebangan hutan, pencemaran laut dan udara, serta penggunaan sumber daya alam yang berlebihan, menimbulkan banyak dampak. Kita kini menghadapi perubahan iklim yang parah, bencana alam yang lebih sering, dan rusaknya keseimbangan alam. 

Dalam konteks pelestarian lingkungan, perempuan dan alam memegang peran yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Keduanya diberkahi oleh Tuhan dengan kemampuan untuk memberi kehidupan melalui "rahim" yang melambangkan kekuatan untuk menciptakan dan melestarikan generasi penerus. Perempuan dan alam merupakan sumber kehidupan yang memiliki sistem produksi dan reproduksi yang saling berkaitan, sehingga keduanya perlu dijaga, dihormati, dan dirawat dengan penuh tanggung jawab.

konservasi lingkungan juga menjadi fokus perhatian dalam pandangan ekofeminisme, yang mengangkat persoalan-persoalan terkait alam dan perempuan. Sebagai sebuah gerakan sosial dan aliran pemikiran, ekofeminisme mengajak manusia untuk bersikap lebih peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan serta terhadap perempuan. Gerakan ini menolak segala bentuk ketidakadilan dan penindasan yang dialami perempuan akibat sistem budaya yang patriarkal. 

Ketika manusia secara berlebihan mengeksploitasi alam seperti menggunakan mesin yang boros energi, mencemari udara dengan gas berbahaya, melakukan penambangan tanpa kendali, dan menebang pohon secara sembarangan maka alam akan memberikan dampaknya. Bencana alam pun tak terhindarkan sebagai konsekuensi dari perbuatan tersebut.(Dianna Nainggolan, 2022)

Hari Kartini, yang diperingati setiap tanggal 21 April, merupakan simbol perjuangan perempuan Indonesia dalam meraih kesetaraan, pendidikan, dan kebebasan berpikir. Kartini tidak hanya memperjuangkan hak-hak perempuan, tetapi juga menginginkan perubahan sosial yang lebih adil dan manusiawi. Dalam perjuangannya, Kartini menekankan pentingnya perempuan dalam mendidik dan membentuk masa depan bangsa, serta memegang peran sentral dalam kehidupan sosial dan budaya. Di sisi lain, ekofeminisme adalah sebuah gerakan yang menyoroti hubungan antara penindasan terhadap perempuan dan kerusakan lingkungan. Ekofeminisme percaya bahwa sistem yang merendahkan perempuan juga berkontribusi terhadap eksploitasi alam. Dengan demikian, memperjuangkan hak perempuan juga berarti memperjuangkan kelestarian bumi. Kartini melihat perempuan sebagai kunci dalam mendidik bangsa dan menjaga kehidupan, yang juga sejalan dengan ekofeminisme yang memandang perempuan sebagai penjaga alam dan kebutuhan keluarga. Kartini berjuang melawan sistem yang mengekang perempuan, begitu juga ekofeminisme yang menentang penindasan terhadap perempuan dan alam, mengajak kita untuk sadar akan ketidakadilan dan berjuang untuk perubahan. Keduanya memperjuangkan kehidupan yang lebih adil dan harmonis, dengan Kartini mendorong kesetaraan sosial dan ekofeminisme mendorong hubungan yang seimbang antara manusia, alam, dan sesama makhluk hidup.

Salah satu contoh nyata perjuangan perempuan terhadap alam adalah Gerakan Chipko. Gerakan ini dimulai di India pada tahun 1974, sebanyak 74 perempuan di desa Reni, bagian utara India memprotes penebangan hutan secara besar-besaran oleh perusahaan kayu. Mereka melakukan aksi dengan memeluk pohon-pohon untuk mencegah agar pohon-pohon tersebut tidak ditebang dan berhasil melindungi 12.000 km areal hutan. Gerakan ini bukan hanya tentang melindungi pohon, tetapi juga tentang mempertahankan sumber daya alam yang sangat bergantung pada kehidupan sehari-hari mereka, seperti air bersih, udara, dan tanah yang subur. Para perempuan yang terlibat dalam gerakan ini menyadari bahwa kerusakan alam akan langsung berdampak pada kehidupan mereka dan keluarga, karena mereka bertanggung jawab atas kebutuhan dasar seperti pangan dan air.

Gerakan Chipko menjadi simbol dari perjuangan perempuan dalam menjaga lingkungan dan menunjukkan hubungan yang kuat antara penindasan terhadap perempuan dan kerusakan alam, yang juga menjadi inti dari gerakan ekofeminisme.(Wulan, 2007)

 

"Hari Kartini adalah hari untuk mengingatkan kita bahwa perempuan memiliki kekuatan untuk mengubah dunia melalui pendidikan, perjuangan, dan keberanian."

 

Sumber : 

Dianna Nainggolan. (2022). Relasi Perempuan dan Alam23(2), 277.

Wulan, T. R. (2007). Ekofeminisme Transformatif : Alternatif Kritis. Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, Dan Ekologi Manusia01(01), 105–130. http://jurnal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/view/5935

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RAPAT UMUM 2024

COUNTER BALANCE

Islam dan Lingkungan: Refleksi Teologis, Peran Manusia Sebagai Khalifah dalam Ekosistem